Pada tahun 1624, VOC memproduksi biji-bijian penduduk asli di wilayah Taiwan, serta mempekerjakan para pekerja china untuk bekerja di perkebunan padi dan gula. Beberapa tahun setelahnya penjelajah asal spanyol datang ke Taiwan dan mendirikan pangkalan di Taiwan Utara kemudian digulingkan oleh belanda pada 1642. Pada 1662 loyalis Dinasti Ming mengusir belanda dari Taiwan dan membangun otoritas atas pulau tersebut. 20 tahun kemudian pasukan Dinasti Qing berhasil menguasai pesisir barat dan utara Taiwan (1885). Taiwan dinyatakan sebagai provinsi Dinasti Qing.
Pada 1894 pecahlah perang antara Dinasti Qing melawan Kekaisaran Jepang dan berakhir pada 1895 dengan Perjanjian Shimonoseki. Dalam perjanjian tersebut Dinasti Qing di Tiongkok menyerahkan Taiwan dan Pulau Penghu ke Negara Jepang. Ketika berita tersebut sampai ke Taiwan, para pemimpin lokal memproklamirkan Republik Taiwan, Republik pertama di Asia. Akan tetapi masa hidup negara Republik Taiwan tidak lebih dari 10 hari saja. Pada akhir abad 19, muncul tokoh Tiongkok yang masih dikuasai oleh Dinasti Qing bernama Sun Yat Sen. Beliau memiliki sebuah ajaran bernama "San Min Chu I" (三民出 / 3 Asas Rakyat) yang juga menginisasi Partai Kuomintang berhaluan nasionalis. Ajaran ini mencita-citakan terbentuknya Republik China yang diperintah secara demokratis. Akhirnya Revolusi China pecah pada 1911, dimulai dengan pemberontakan-pemberontakan oleh kaum revolusioner melawan pasukam Dinasti Qing. Pada tahun Desember 1911 Dinasti Qing berhasil digulingkan dan diproklamirkan menjadi Republik China. Januari 1912 Sun Yat Sen diangkat untuk menjadi presiden sementara Republik China di Nanking oleh pasukan revolusioner. Bulan Februari 1912 Dinasti Qing secara resmi menyerahkan kedaulatan Republik China. Sun Yat Sen mengundurkan diri sebagai presiden sementara dan digantikan oleh Yuan Shih Kai pada 15 Februari 1912.
Pergolakan politik di Tiongkok masih tak berhenti kemudian lahir Partai Komunis China yang dikenal dengan nama Kongchantang pada 1921. Setelah Sun Yat Sen wafat pada 1925, tingkat kepemimpinan diambil alih oleh jenderal Chiang Kai Shek. Sementara Tionhkok diwarnak pergolakan dan pertumpahan darah, Taiwan masih berada dalam kekuasaan Jepang. 1937 Jepang menginvasi Tiongkok dan pecahlah perang China - Jepang II. Selama perang, Tiongkok secara efektif membagi wilayahnya menjadi 3 bagian : 1. Republik China dengan bendera nasionalis, 2. China komunis dibawah bendera Kongchantang dan 3. Wilayah yang diduduki oleh Jepang. Selama Perang Dunia Kedua, pemimpin Republik bertemu dengan presiden AS (Franklin Roosevelt) dan Perdana Menteri Inggris (Winston Churcill) di Kairo, Mesir. Dicetuskan deklarasi Kairo bahwa Formosa dan Penghu dikembalikan kepada Tiongkok. Pada 1945, PD II berakhir dengan kekalahan Jerman dan Jepang. Kemudian terjadilah perang saudara yang melibatkan kubu nasionalis dan kubu komunis (Chiang Kai Shek VS Mao Zedong).
1949 sekitar 2,000,000 penduduk nasionalis melarikan diri ke Taiwan dan mendirikan pemerintahan terpisah setelah kalah perang sipil menghadapi kubu komunis. Taiwan menarik diri dari PBB pada 1972 dan menyatakan status darurat militer. AS mengakui bahwa Taiwan merupakan bagian dari Tiongkok. Chiang Kai Shek meninggal pada 1975 dan digantikan oleh putranya Chiang Ching Kuo pada 1978. 1987 Chiang Ching Kuo menarik status darurat militer yang audah berlangsung selama 38 tahun, 6 bulan sebelum kematiannya di tahun berikutnya. Wakilnya Lee Tenghui menggantikan dirinya pada 1991dan mengakhiri sepihak permusuhan dengan Tiongkok. Tahun 2000 Chen Shui Bian terpilih sebagai presiden Taiwan berikutnya yang pro terhadap kemerdekaan Taiwan sehingga menjadikan hubungan dengan China menjadi lebih tegang. Skandal korupsi menyebabkan dirinya pada akhirnya mencoreng citra partai sehingga dirinya tidak terpilih lagi pada pemilihan presiden berikutnya Maret 2008. Presiden yang terpilih selanjutnya adalah Ma Ying Jeou dari Partai Kuomintang dengan kampanye meningkatkan perekonomian terutama hubungan dagang dengan china agar semakin erat. Justru hal ini menyebabkan sentimen publik berbalik melawan Kuomintang karena khawatir dengan semakin dominannya pengaruh Tiongkok. Pada 2014 Musim Semi, 200 mahasiswa menduduki parlemen selama 3 pekan yang dikenal sebagai geralan Bunga Matahari untuk menentang pakta perdagangan tersebut. Oleh sebab itu Kuomintang menderita kekalahan terburuk dalam pemilihan lokal 2014 dan terpaksa mengganti calon presiden mereka pada Oktober 2015 akibat pandangan yang terlalu Pro-China. Hingga saat ini Tiongkok masih menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya yang menunggu Reunifikasi. Mengancam untuk menyerang Taiwan apabila secara resmi menyatakan kemerdekaan.
Komentar